Menerima… dan Melepas

breathing-exercises-7-12

Banyak kita dengar selama ini anjuran kesehatan yang menyarankan untuk; “Selalu bergembiralah”, “jangan stress”, “jangan emosi”, ataupun juga “jangan sedih”. Semua anjuran itu bahkan juga masih dilanjutkan dengan hal yang mengerikan macam, “Orang yang stress, marah dan depresi mudah terkena penyakit berat macam stroke, jantung koroner dan kanker.”

Lalu banyak orang melaksanakan anjuran itu, tapi pada akhirnya tetap saja kena penyakit berat, bahkan meninggal lebih cepat ketimbang orang yang tidak melaksanakan anjuran di atas. Padahal mereka-mereka ini benar-benar tidak lagi pernah marah atau stress loh – mereka sungguh orang baik yang selalu ramah dan tersenyum kepada semua orang!….

Jadi, kenapa bisa begitu? Sementara orang yang stress dan mudah marah banyak yang panjang umur dan sehat-sehat. Pastilah anda semua akan mulai bertanya, apakah anjuran kesehatan itu salah?

Sebetulnya, anjuran kesehatan itu tidaklah salah. Emosi negatif terbukti berkontribusi besar dalam menyebabkan penyakit. Yang dimaksud dengan “jangan stress”, “jangan marah” dan “jangan sedih” itu bukannya sama sekali tidak boleh stress, marah dan juga sedih. Kita adalah manusia, bukan dewa. Kita tidak sempurna. Karena itu, jangan memaksa untuk sempurna. 


Marahlah bila kita perlu marah, sedihlah bila kita perlu bersedih. Kalau sedang tak ingin bergembira, tak usah memaksa diri untuk bergembira. Dunia ini tak dipenuhi hanya oleh hal-hal membahagiakan, justru malah lebih sering kita temui duka daripada suka. Nah, orang-orang yang berusaha keras melaksanakan anjuran kesehatan,  selalu tak pernah marah dan selalu tampak bahagia di depan orang, mereka sebetulnya bukan benar-benar tidak marah dan bahagia. Mereka hanya menutupi. Dalam diri mereka tersembunyi kemarahan, ataupun emosi-emosi negatif lainnya yang karena tidak terbuang keluar, menumpuk dan makin menumpuk, akhirnya meledak dengan menimbulkan penyakit berat, jadinya malah lebih parah daripada orang yang membuang keluar emosi negatifnya.

Bila ingin mengeluarkan emosi negatif, keluarkanlah. Sama seperti hajat yang kalau tak dibuang bisa merusak usus dan ginjal. Bahkan dalam pengobatan chinese medicine, ada satu sistem pengobatan yang memanfaatkan pelampiasan emosi tertentu untuk menyembuhkan  penyakit seseorang. 

Akan tetapi, melampiaskan emosi negatif tersebut tidak boleh dengan menyakiti atau merusak. Inilah inti sebenarnya dari anjuran kesehatan di atas. Kita marah, tapi tidak boleh melampiaskan dengan menyakiti orang lain, apalagi mengambil nyawanya. Kita sedih, tapi tidak boleh bersedih sampai menyakiti diri sendiri, apalagi bunuh diri. Jadi, melampiaskan emosi negatif juga tidak boleh yang bersifat destruktif. Merusak sesuatu, apapun itu, apalagi malah sampai merusak yang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan kita, sama dengan melakukan dosa.

Lalu dengan cara apa yang tepat untuk melampiaskan kemarahan? Bisa dengan berolahraga. Atau menyanyi keras-keras. Atau lakukan hal apapun yang bersifat melelahkan dan membuang energi. Karena untuk marah itu perlu energi, jadi logikanya bila energi kita habis terpakai, tidak tersisa lagi untuk marah maka kemarahan kita pasti akan mereda. 

Bisa juga kita tiru kebiasaan orang jepang. Di jepang orang-orang yang sedang marah akan masuk ke sebuah kamar di mana di dalamnya terdapat sebuah samsak. Mereka akan memukuli samsak itu sampai kemarahan mereka reda baru melanjutkan aktifitas seperti biasa.

Mungkin anda akan bertanya seperti ini, “Kalau saya marah saat tengah dalam pekerjaan, atau tengah berhadapan dengan seseorang (atau banyak orang) atau hal penting lainnya, bagaimana? Tidak mungkin saya begitu saja meninggalkannya, kan?” Untuk kasus tersebut, baiknya Anda tarik nafas dalam-dalam… sedalam mungkin. Usahakan nafas kita memenuhi rongga dada dan perut kita, biarkan perut kita menggembung dipenuhi oleh nafas masuk. Sesudah itu, barulah buang nafas secara perlahan-lahan. Orang yang sedang stress, berpikir keras dan juga marah, sedikit banyak akan menahan nafasnya. Nafas yang akhirnya masuk dan diproses tubuh jadi sangat sedikit. Padahal otak justru membutuhkan banyak oksigen untuk berpikir jernih. Makapula orang yang pemarah dan tak sabaran punya kebiasaan menghela nafas pula mengeluh, karena ia sebenarnya membutuhkan oksigen tapi tertahan lajunya oleh kemarahan. Jadi, daripada Anda mengeluh atau menghela nafas, akan jauh lebih efektif menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan-pelan. 

Melampiaskan emosi negatif juga sebaiknya jangan berkepanjangan. Saat marah, marahlah, tapi jangan sampai berhari-hari. Saat sedih, sedihlah, tapi hanya beberapa saat saja.



Ibarat menghirup dan menghembuskan  nafas, baiknya segala hal dalam kehidupan ini kita terima dan lepas secara bersamaan. Ibarat menerima nafas masuk ke dalam tubuh kita, kita menerima bahwa kita hanya manusia yang tak sempurna, yang bisa melakukan kesalahan, terkena kesialan, berjiwa rapuh dan beremosi negatif. Terimalah dan akuilah secara terang-terangan, bahwa kita marah, kita sedih, kita tersakiti tersiksa dan sebagainya… tapi dengan segera, kita lepaskan semua itu. ibarat kita hembuskan lagi nafas keluar, kita lepaskan segala kemarahan, kesedihan, dan semua emosi negatif lainnya. Melepasnya, dan membiarkannya kembali ke alam ini, yang akan membantu menjernihkannya – mengubahnya menjadi energi positif. Akhirnya bermanfaat bagi seluruh kehidupan ini. 

Terima kasih telah membaca! 
 
Oleh: Sinshe Shinta Amelia, CMD
shinta.tcm@gmail.com
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment