Ketekunan: Belajar dari Mahasiswa China

ketekunan-belajar-dari-mahasiswa-china

Kali ini, apa yang hendak saya bagikan di blog bukanlah hal-hal tentang TCM seperti biasanya, melainkan mengenai etos kerja masyarakat – dalam cerita berikut yang saya singgung ialah mahasiswa – China. Etos kerja mereka begitu menggugah hati saya sehingga saya tertarik untuk membagikannya pada teman-teman sekalian.


Padahal saya sendiri juga dikelilingi oleh teman-teman yang pintar serta berkemauan keras saat SMA, tetapi mahasiswa-mahasiswa China yang saya temui saat kuliah bahkan jauh lebih rajin lagi, dan ketekunan mereka sungguh di luar dugaan saya.


Saya berkenalan dengan salah seorang mahasiswa China bernama Su Wan, dia berasal dari Jiangsu dan saat itu tengah menempuh pendidikan perawat. Suatu Minggu, kira-kira jam enam petang dia mengajak saya untuk berjalan-jalan. Karena kebetulan saya sedang bosan dan suntuk di dorm, saya pun segera menyetujui ajakannya. Saya mengira dia akan membawa saya berjalan-jalan ke pusat keramaian atau shopping selayaknya anak-anak muda suka datangi, namun di luar dugaan ia membawa saya ke kelas mereka. Saya pun bertanya, “Untuk apa kamu membawa saya ke kelas yang kosong?”


“Kelas ini tidak kosong, justru saat ini dipenuhi murid-murid yang tengah belajar.”


Saya cukup kaget karena ternyata China cukup “tega” mengadakan kelas malam pada hari Minggu di mana seharusnya orang-orang beristirahat dan bersantai. Su Wan membuka pintu dengan segera, dan terlihatlah puluhan mahasiswa tengah menundukkan kepalanya dan dengan tekun membaca buku. Saya lekas berkata, “Saya tidak berani masuk, ah. Nanti diomeli gurunya.”


“Tidak apa-apa. Tidak ada guru kok disini,” jawab Su Wan.


“Tapi kalau begitu… apa yang sedang mereka lakukan?” Saya tambah bingung.


Su Wan mulai menjelaskan, “Ini namanya zi xi – Belajar Sendiri. Memang tidak ada pelajaran saat ini, tidak ada pula guru yang mengawasi kami. Kami belajar sendiri ini atas kemauan kami saja. Karena dorm kami berisikan 8 – 10 orang satu kamarnya dan menjadi sangat ribut, sangat mengganggu konsentrasi bila kami belajar di sana. Lagipula kami belajar di dalam kelas dan terasa sangat cocok untuk belajar dibanding kamar. Dan teman-teman yang lain juga tekun dan serius dalam belajar sehingga kamipun akan tergerak dan tidak akan bermalas-malasan.”


Penjelasan Su Wan benar-benar membuat saya terkejut. Saya maklum bahwa universitas saya masih masuk dalam golongan universitas kedokteran sehingga murid-murid di dalamnya pun pastilah bukan murid sembarangan. Akan tetapi apabila sampai sampai seperti ini… Mengkhususkan diri belajar di malam minggu yang dicanangkan untuk bersantai… Benar-benar mencegangkan. Apalagi saya dengar, ternyata budaya zi xi ini bukan hanya berlaku di universitas kami saja, tetapi seluruh mahasiswa China, dan bahkan anak SMA pun juga begitu! Saya tercenung, kemudian otomatis membandingkan dengan diri saya sendiri. Apa yang saya kerjakan saat Sabtu atau Minggu? Tidur-tiduran, online, membaca buku yang sayangnya bukan buku pelajaran… Belajar hanya saya lakukan bila akan ada ujian atau semacamnya, tetapi tidak menjadi kebutuhan pokok yang harus setiap kali dilakukan seperti mereka ini. Dan saya membayangkan, apabila saya melakukan zixi seperti mereka, belajar bersama-sama murid-murid lainnya… yang akan terjadi pastilah saya akan mengobrol dengan sesama siswa, dan akhir-akhirnya kami bukan belajar melainkan mengobrol bersama, haha! 


Tetapi peristiwa ini pun mendorong saya untuk memperhatikan mahasiswa China dengan lebih saksama. Dan saya menemukan banyak hal-hal lain. Misalnya, saat pukul enam pagi, sudah banyak mahasiswa duduk di taman-taman, membaca buku dengan tekunnya. Pada saat saya pulang berbelanja sekitar pukul sepuluh malam, saya berpapasan dengan seorang gadis; dia tengah berjalan mondar-mandir di bawah lampu jalan temaram, menghafalkan perbendaharaan kata bahasa Inggris. Bahkan suatu hari, saat saya naik bus pada pukul tujuh pagi dan berpapasan dengan serombongan murid-murid SMA, saya merasakan keadaan yang ganjil dari mereka. Mereka semua bertampang serius, diam dan tidak mengobrol bahkan terhadap sesamanya, yang mereka lakukan malah membaca buku. Saat bus berhenti di depan sekolah mereka, anak-anak SMA itu turun dengan teratur dan juga dalam diam. Selidik punya selidik, ternyata sekolah itu adalah salah satu sekolah favorit di China. Walaupun saya juga kurang menyetujui perilaku murid-muridnya yang kelewat serius dan cenderung berakibat menekan diri sendiri.


Namun bagaimanapun, saya memetik pelajaran yang sangat berharga. Sejak saat itu, saya bertekad untuk meneladani para pelajar China dan lebih giat dan tekun dalam belajar. Kepandaian saja tidak cukup, bahkan ambisi dan cita-cita yang besar pun juga tidak cukup… itu semua masih harus dilanjutkan dengan ketekunan dan perjuangan yang tak kenal lelah.

Terima kasih telah membaca! 

Oleh: Sinshe Shinta Amelia, CMD

admin@sinsheshinta.com

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Post comment